Idul Fitri: Sepenggal ungkapan perantau mengharubirukan perasaan
15/12/2020
Seorang Ibu mampu menenangkan kita dan seorang Bapak mampu menguatkan kita dari guncangan hidup. Selama Ibu dan Ayahmu masih hidup, jangan pernah mengabaikannya. Saat mereka meninggalkanmu untuk selamanya maka kamu akan melalui hari-harimu dengan sepi.
Untukmu yang masih memiliki kedua orang tua. Bahagiakanlah mereka selagi masih hidup. Sekalipun kita memberikan seluruh harta yang kita miliki, tetap saja belum cukup untuk membalas pengorbanannya.
Jangan pernah berpikir bahwa kesuksesanmu hanya karena perjuanganmu. Dalam diam dan sepi, kedua orang tuamu berdo’a untukmu.
“Ya Allah, berikan saya waktu merayakan idul fitri bersama kedua orang tua.”
Di penghujung Ramadhan, lantunan takbir sayup-sayup terdengar. Romansa kampung halaman kembali mengusikku. Sorot mata tuamu membayangiku. Keriput di dahimu mengingatkanku. Tanpa sadar bulir bening menggantung di lekuk mataku.
Idul Fitri adalah momen terindah berkumpul bersama kedua orang tua. Namun, saat ini hanya bisa berjumpa melalui do’a dan mimpi.
“Ibu, Bapak.. maafkan anakmu, tahun ini belum bisa pulang ziarah kubur.”
Dibenak kita, Ayah adalah sosok yang tegas dan cuek. Namun, Kasih sayang seorang Ayah tidak berbeda dengan seorang Ibu, Dia hanya tidak pandai menunjukan rasa sayangnya. Dibalik ketegasan seorang Ayah bukan berarti Dia tidak bisa menitikkan air mata.
Saat dunia menghinakanmu, Hanya Dia satu-satunya orang yang akan selalu bersamamu. Dia itu siapa? Dia adalah Ibumu.
“Ayah, maafkan anakmu, tahun ini belum bisa pulang. Kalau ayah ke makam Ibu, sampaikan salam rindu buat Ibu.”